Selasa, 27 Oktober 2015

Injeksi



                             Injeksi
                          
                                  

                Sediaan injeksi adalah sediaan steril, berupa larutan, suspensi, emulsi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir (Depkes RI, 1995 danDra.Rr.Sulistiyaningsih, Apt).
Sediaan injeksi diberikan jika diinginkan kerja obat yang cepat, bila penderita tidak dapat diajak kerja sama dengan baik, tidak sadar, tidak tahan menerima pengobatan secara oral atau obat tidak efektif bila diberikan dengan cara lain (Ansel,1989 dan Dra.Rr.Sulistiyaningsih, Apt).

PERSYARATAN SEDIAAN INJEKSI

Kerja optimal dari larutan obat yang diberikan secara parenteral hanya akan diperoleh jika memenuhi persyaratan,yaitu:
1. Aman
Injeksi tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau menimbulkan efek toksik.
2. Harus jernih
Injeksi yang berupa larutan harus jernih dan bebas dari partikel asing, serat dan benang. Pada umumnya kejernihan dapat diperoleh dengan penyaringan. Alat-alat penyaringan harus bersih dan dicuci dengan baik sehingga tidak terdapat partikel dalam larutan. Penting untuk menyadari bahwa larutan yang jernih diperoleh dari wadah dan tutup wadah yang bersih, steril dan tidak melepaskan partikel.
3. Sedapat mungkin isohidris
Isohidris artinya pH larutan injeksi sama dengan pH darah dan cairan tubuh lain, yaitu pH 7,4. Hal ini dimaksudkan agar bila diinjeksikan ke badan tidak terasa sakit dan penyerapan obat dapat maksimal.
4. Sedapat mungkin isotonis
Isotonis artinya mempunyai tekanan osmosa yang sama dengan tekanan osmosa darah dan cairan tubuh yang lain, yaitu sebanding dengan tekanan osmosa larutan natrium klorida 0,9.  Pada sediaan obat suntik tidak diperbolehkan adanya penambahan zat warna dengan maksud untuk memberikan warna pada sediaan tersebut, kecuali bila obatnya memang berwarna. 
5.  Steril
     
       Suatu bahan dikatakan steril jika terbebas dari mikroorganisme hidup yang patogen maupun yang tidak, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk tidak vegetatif (spora).
  6.  Bebas pirogen
Hal ini harus diperhatikan terutama pada pemberian injeksi dengan volume besar, yaitu lebih dari 10 ml untuk satu kali dosis pemberian. Injeksi yang mengandung pirogen dapat menimbulkan demam (Voight, 1995 dan Dra. Rr.Sulistiyaningsih, Apt).
                      PENGGOLONGAN SEDIAAN INJEKSI

Menurut USP, obat suntik dibagi dalam lima jenis yang secara umum didefinisikan sebagai berikut:
1. Obat larutan atau emulsi yang sesuai untuk obat suntik, disebut injection. (Contoh: Insulin Injection)
2. Bubuk kering atau larutan pekat, tidak mengandung dapar, pengencer atau zat tambahan lain dan bila ditambah pelarut lain yang sesuai dengan pemberikan larutan yang memenuhi semua aspek persyaratan untuk obat suntik disebut Sterile. (Contoh: Sterile Ampicillin Sodium)
3. Sediaan-sediaan seperti dijelaskan di nomor 2 kecuali bahwa  mereka mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau zat penambah lain disebut for injection. (Contoh: Methicillin Sodium for Injection)
4. Padatan yang disuspensikan di dalam media cair yang sesuai dan tidak  untuk disuntikkan intravena atau ke dalam ruang spinal disebut Sterile Suspension. (Contoh: Sterile Cortisol Suspension)
5. Padatan kering, yang bila ditambahkan pembawa yang sesuai menghasilkan sediaan yang memenuhi semua aspek persyaratan untuk Sterile Suspension dan yang dibedakan dengan judul Sterile for Suspension. (contoh: Sterile Ampicillin for Suspension) (Ansel, 1989 danDra.Rr.Sulistiyaningsih, Apt).

Berdasarkan cara pemberiannya, sediaan injeksi dapat digolongkan dalam beberapa jenis, yaitu :
1. Injeksi intraderma atau intrakutan
Injeksi intrakutan dimasukkan langsung ke lapisan epidermis tepat dibawah startum korneum. Umumnya berupa larutan atau suspensi dalam air, volume yang disuntikkan sedikit (0,1-0,2 ml). Digunakan untuk tujuan diagnosa.
2. Injeksi subkutan atau hipoderma
Injeksi subkutan dimasukkan ke dalam jaringan lembut dibawah permukaan kulit. Jumlah larutan yang disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Larutan harus sedapat mungkin isotonis dan isohidris, dimaksudkan untuk mengurangi iritasi jaringan dan mencegah terjadinya nekrosis (mengendornya kulit).
3. Injeksi intramuskular
Injeksi intramuskular dimasukkan langsung ke otot, biasanya pada lengan atau daerah gluteal. Sediaannya biasa berupa larutan atau suspensi dalam air atau minyak, volume tidak lebih dari 4 ml. Penyuntikan volume besar dilakukan dengan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.
4. Injeksi intravena
Injeksi intravena langsung disuntikkan ke dalam pembuluh darah, berupa larutan isotoni atau agak hipertoni, volume 1-10 ml. Larutan injeksi intravena harus bebas dari endapan atau partikel padat, karena dapat menyumbat kapiler dan menyebabkan kematian. Injeksi intravena yang diberikan dalam volume besar, umumnya lebih dari 10 ml, disebut infus. Jika volume dosis tunggal lebih dari 15 ml, injeksi intravena tidak boleh mengandung bakterisida dan jika lebih dari 10 ml harus bebas pirogen.
 5. Injeksi intraarterium
Injeksi intraarterium dimasukkan langsung ke dalam pembuluh darah perifer, digunakan jika efek obat diperlukan segera. Umumnya berupa larutan, dapat mengandung cairan non iritan yang dapat bercampur dengan air, volume 1-10 ml. Tidak boleh mengandung bakterisida.
6. Injeksi intrakardial
Dimasukkan langsung ke dalam otot jantung atau ventrikulus, hanya digunakan untuk keadaan gawat. Tidak boleh mengandung bakterisida.
7. Injeksi intratekal atau subaraknoid
Injeksi intratekal digunakan untuk menginduksi spinal atau lumbal anestesi dengan menyuntikkan larutan ke ruang subaraknoid, biasanya volume yang diberikan 1-2 ml. Tidak boleh mengandung bakterisida dan diracik untuk wadah dosis tunggal.
8. Injeksi intraperitonial
Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapannya cepat, bahaya infeksi besar sehingga jarang dipakai.
9. Injeksi intraartikulus
Injeksi intraartikulus digunakan untuk memasukkan material seperti obat anti inflamasi langsung ke luka atau jaringan yang teriritasi. Injeksi berupa larutan atau suspensi dalam air.
10. Injeksi subkonjungtiva
Larutan atau suspensi dalam air untuk injeksi selaput lendir bawah mata,  umumnya tidak lebih dari 1 ml.
 11.  Injeksi intrasisternal dan peridual
Injeksi ini disuntikkan ke intrakarnial sisternal dan lapisan dura dari spinalcord. Keduanya merupakan prosedur yang sulit dengan peralatan yang rumit (Depkes RI, 1979 danDra.Rr.Sulistiyaningsih, Apt).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar